Jumat, 08 Januari 2016

Mau Menjadi Musisi #1

    Dari dulu hingga sekarang gue bukan orang yang membatasi pergaulan, gue selalu berteman dengan siapa saja, tidak melihat dari segi fisik seseorang, harta dan gender. Tidak mudah buat gue mencari seorang teman, berani untuk berkenalan duluan sama cowok aja gengsi apalagi harus berkenalan dengan cewek. Rasa malu untuk bergaul dengan teman-teman baru berlangsung sampai gue lulus SMP. Beruntung saat duduk di kelas 8 SMP gue punya 4 orang teman yang memberikan support gue di bidang musik. Mereka adalah sahabat-sahabat gue sendiri yaitu Rahmat, Prakoso, Bams dan Pamungkas. Kita semua mempunyai cita-cita dan keinginan untuk membuat sebuah band musik yang bernama Alcatraz. Gue terkejut ketika Prakoso memberikan nama itu, dia bilang kalau nama ini adalah salah satu nama penjara terseram untuk para NAPI luar negri yang di hukum berat. Gue mulai berpikir, apa gue salah gaul dengan beberapa sahabat gue yang tampangnya udah kayak NAPI sesuai dengan nama band gue. Akhirnya melalui perundingan yang cukup lama, beberapa hari kemudian nama band gue di ganti menjadi D’Grind plesetan bahasa Inggris  dari kata The Green. Nama itu terdengar keren pada masa itu tapi kalau di pikir-pikir sekarang malah terdengar alay. Bersama dengan mereka gue udah mulai sedikit berani untuk perfom di depan umum terutama di acara perpisahan kelas 3 SMP yang saat itu kami masih duduk di kelas 8. Band pop alternatif gue adalah band yang lolos pertama audisi di sekolah, gue masih ingat saat itu gue membawakan lagu Muse yang berjudul Hysteria. Entah kenapa gue gak negerti bahasa Inggris tapi gue bisa menghafalkan lagu dari band rock alternatif tersebut. Apalagi waktu di backstage gue demam panggung sampai gue harus kebelet bolak-balik ke wc, gue inget kalau gue pasti bisa laluin ini semua. Gue naik keatas panggung layaknya seorang musisi besar dan bernyayi penuh rasa percaya diri. Di panggung gue melihat semua orang teriak-teriak dan loncat-loncat menikmati alunan musik yang band gue mainkan, ada yang ngangguk-ngangguk kepala dan ada juga yang lempar-lempar tas keatas karena terlalu bersemangat tapi gue sama sekali tidak bisa mendengar suara mic gue sendiri dan benar saja ketika gue turun dari panggung salah satu teman gue yang nonton bilang “ Wah band elu keren abis tapi sayang suara elu gak kedengeran micnya”. 

Lah gue dari tadi sia-sia dong nyanyi sampai teriak power full gini !

Tapi gapapa perforama gue saat itu membuat gue sedikit terkenal dikalangan anak-anak seangkatan gue di SMP. Membuat gue semakin yakin kalau gue bercita-cita ingin menjadi seorang musisi besar seperti band Ungu, salah satu band pop papan atas Indonesia. Tidak berapa lama setelah perpisahan kelas 9. Band gue gak lolos diacara perpisahan angkatan gue sendiri. Kita salah memilih lagu, ini semua adalah sebuah kesalahan besar yang di lakukan personil band gue yang lebih memilih membawakan genre lagu rock daripada pop. Gue marah dan menangis di depan mereka semua. Gue memutuskan kalau gue mengundururkan diri dari band gue. Rasanya mereka semua berubah, merubah identitas band kita terutama perubahan genre musik yang tidak sesuai dengan karakter vocal gue yang pas-pasan. Gue sangat berterimakasih sudah belajar banyak hal dari mereka. Terutama gue jadi berani dan percaya diri. Gue masih yakin nanti di SMA gue bisa menemukan teman-teman musisi yang mau terus berjuang bersama-sama menjadi seorang musisi besar tanpa harus merubah identitas genre musik kita.

Bersambung....