Sabtu, 08 Oktober 2016

Arti Rasa Bersyukur

Hidup ini adalah perjuangan. Semua yang kita lakukan pasti mempunyai sebuah rencana, tapi memang rencana itu tak semudah yang di bayangkan. Terkadang kita terlalu berharap dan akhirnya apa yang kita harapkan itu tidak bisa tercapai.
Kita berusaha dan selalu berdoa kepada yang Maha Kuasa agar segala sesuatu yang kita kerjakan berjalan dengan lancar dan bisa tercapai.

Apakah hanya itu saja yang membuat harapan kita bisa tercapai?

Buat gue tidak hanya itu saja, belakangan ini gue mengalami perubahan besar dalam hidup gue. Setelah lulus kuliah ternyata benar apa kata dosen dan kata orang-orang katakan, lulus kuliah itu adalah kehidupan kita yang sebenarnya. Meraih masa depan tidak hanya lulus pendidikan, tapi bagaimana kita mendapatkan pekerjaan demi mengejar masa depan kita yang cerah.
Sejujurnya, gue lupa pernah baca di Al-Quran terjemahan atau hadits yang intinya adalah janganlah kita terlalu membenci sesuatu karena bisa jadi itu yang akan kamu alami. Gue rasa sesuatu yang gue tidak suka bukan yang gue benci malah jadi kenyataan, salah satunya saat gue mempunyai pekerjaan menjadi marketing di salah satu bank besar di Indonesia. Gue bersyukur meskipun ini bukan harapan gue, ini lah yang menjadi awal mula gue menemukan arti rasa bersyukur.

Pekerjaan gue ini adalah mencari nasabah pinjaman untuk orang punya usaha. Mulai dari menengah ke bawah sampai menengah ke atas. Target utamanya adalah menengah ke bawah.
Jujur, 1-2 bulan gue gak kuat dengan pekerjaan ini, gue selalu mengeluh ke ortu untuk keluar dari pekerjaan ini. Ada moment yang paling gue inget dan membuat gue tersadar bahwa gue harus beryukur mempunyai pekerjaan ini. Gue udah banyak bertemu dengan nasabah yang salah satu dari mereka ada yang perekonomian itu jauh di katakan standar. Untuk biaya hidup aja mereka pas-pas'an apalagi menyekolahkan anak sampai sarjana. Gue lebih merasa bersyukur lagi ketika melihat teman-teman gue masih ada beberapa yang hingga sekarang menganggur. Gue merasakan, rasanya jadi orang pengangguran gitu gimana.  Tekanan dari teman, saudara dan orang tua.

Gue belajar dari sini mensyukuri apa yang udah gue miliki. Keluarga yang utuh, teman-teman yang baik, pasangan yang setia menemani gue dari mulai gue kuliah  hingga sekarang dan pekerjaan yang gue miliki sekarang. Karena yang namanya hidup dan usia selalu berjalan. Semua yang tidak kita inginkan, bisa jadi itu lah yang terbaik dari Tuhan. Agar kita belajar untuk berjuang dari 0 hingga menjadi orang sukses.

Kamis, 22 September 2016

Menjadi Musisi #2 ( The Last )

Berlanjut ke bangku perkuliahan, semua tidak berjalan lancar. Gue pun harus mengikhlaskan keinginan gue untuk kuliah di PTN yang berada di kota Bandung. Nyokap lebih nyaman kalau anak laki-lakinya tinggal dan menemani dia disini. Gue pun menuruti keinginan orang tua.

Di sini gue berharap masih bisa melanjutkan cita-cita gue menjadi musisi. Gue melihat peluang besar ketika di kamus gue ada UKM seni yang salah satu bidangnya ada musik. Lumayan juga ada fasilitas studio band yang bisa rutin di pake mahasiswa UKM sesuai dengan jadwal latihan. Sebelum gue daftar gue terkejut bukan main, banyak orang gila yang berkeliaran di lingkungan kampus. Gue mikir " Ko kampus gue jadi ada orang gila masal gini?"

Ternyata semua ini salah, mereka semua lagi di ospek oleh kakak senior dari UKM seni. Gue cuman bisa menelan ludah dan berkata " Untung aja gue gak jadi daftar UKM seni... ".

Jalan gue gak berhenti di situ, gue mencari bidang lain yang mungkin bisa gue jalani sembari membuat band baru. Akhirnya gue memilih masuk BEM sebuah organisasi di bidang Ekonomi yang paling besar dan tentunya mempunyai proker di bidang hiburan musik. Dengan penuh semangat gue masuk organisasi tersebut.  Singkat cerita gue udah jadi panitia pelaksana MABIM. Ya biasalah mengospek mahasiswa baru. Kebetulan gue seksi acara dan gue ngisi salah satu talent perform band.

Ini lah yang menjadi kebangkitan dari grup band twenty one yang sempet vakum setelah lulus SMA. Gue gugup, sialnya lagi band openning telat dan mau gak mau gue yang jadi openning.

Gue liat ada sekitar 450 Mahasiswa baru yang menonton. Belum nyanyi aja gue hampir lupa lirik.
Bismillah, gue nyanyi tanpa beban dan membangkitkan suasana. Mereka semua bernyanyi bersama, rasanya seperti rockstar di atas panggung megah yang di tonton ribuan penonton.

Itu lah pengalaman yang tak terlupakan hingga sekarang. Bernyanyi itu datangnya dari hati, ketika semua orang dapat menikmati. Itu karena lagu yang kita senandungkan sampai ke hati pendengar.

Jumat, 08 Januari 2016

Mau Menjadi Musisi #1

    Dari dulu hingga sekarang gue bukan orang yang membatasi pergaulan, gue selalu berteman dengan siapa saja, tidak melihat dari segi fisik seseorang, harta dan gender. Tidak mudah buat gue mencari seorang teman, berani untuk berkenalan duluan sama cowok aja gengsi apalagi harus berkenalan dengan cewek. Rasa malu untuk bergaul dengan teman-teman baru berlangsung sampai gue lulus SMP. Beruntung saat duduk di kelas 8 SMP gue punya 4 orang teman yang memberikan support gue di bidang musik. Mereka adalah sahabat-sahabat gue sendiri yaitu Rahmat, Prakoso, Bams dan Pamungkas. Kita semua mempunyai cita-cita dan keinginan untuk membuat sebuah band musik yang bernama Alcatraz. Gue terkejut ketika Prakoso memberikan nama itu, dia bilang kalau nama ini adalah salah satu nama penjara terseram untuk para NAPI luar negri yang di hukum berat. Gue mulai berpikir, apa gue salah gaul dengan beberapa sahabat gue yang tampangnya udah kayak NAPI sesuai dengan nama band gue. Akhirnya melalui perundingan yang cukup lama, beberapa hari kemudian nama band gue di ganti menjadi D’Grind plesetan bahasa Inggris  dari kata The Green. Nama itu terdengar keren pada masa itu tapi kalau di pikir-pikir sekarang malah terdengar alay. Bersama dengan mereka gue udah mulai sedikit berani untuk perfom di depan umum terutama di acara perpisahan kelas 3 SMP yang saat itu kami masih duduk di kelas 8. Band pop alternatif gue adalah band yang lolos pertama audisi di sekolah, gue masih ingat saat itu gue membawakan lagu Muse yang berjudul Hysteria. Entah kenapa gue gak negerti bahasa Inggris tapi gue bisa menghafalkan lagu dari band rock alternatif tersebut. Apalagi waktu di backstage gue demam panggung sampai gue harus kebelet bolak-balik ke wc, gue inget kalau gue pasti bisa laluin ini semua. Gue naik keatas panggung layaknya seorang musisi besar dan bernyayi penuh rasa percaya diri. Di panggung gue melihat semua orang teriak-teriak dan loncat-loncat menikmati alunan musik yang band gue mainkan, ada yang ngangguk-ngangguk kepala dan ada juga yang lempar-lempar tas keatas karena terlalu bersemangat tapi gue sama sekali tidak bisa mendengar suara mic gue sendiri dan benar saja ketika gue turun dari panggung salah satu teman gue yang nonton bilang “ Wah band elu keren abis tapi sayang suara elu gak kedengeran micnya”. 

Lah gue dari tadi sia-sia dong nyanyi sampai teriak power full gini !

Tapi gapapa perforama gue saat itu membuat gue sedikit terkenal dikalangan anak-anak seangkatan gue di SMP. Membuat gue semakin yakin kalau gue bercita-cita ingin menjadi seorang musisi besar seperti band Ungu, salah satu band pop papan atas Indonesia. Tidak berapa lama setelah perpisahan kelas 9. Band gue gak lolos diacara perpisahan angkatan gue sendiri. Kita salah memilih lagu, ini semua adalah sebuah kesalahan besar yang di lakukan personil band gue yang lebih memilih membawakan genre lagu rock daripada pop. Gue marah dan menangis di depan mereka semua. Gue memutuskan kalau gue mengundururkan diri dari band gue. Rasanya mereka semua berubah, merubah identitas band kita terutama perubahan genre musik yang tidak sesuai dengan karakter vocal gue yang pas-pasan. Gue sangat berterimakasih sudah belajar banyak hal dari mereka. Terutama gue jadi berani dan percaya diri. Gue masih yakin nanti di SMA gue bisa menemukan teman-teman musisi yang mau terus berjuang bersama-sama menjadi seorang musisi besar tanpa harus merubah identitas genre musik kita.

Bersambung....